BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bayi tabung atau lebih dikenal dengan istilah inseminasi buatan bukanlah wacana baru yang kita lihat pada tataran empirik saat ini. Namun
permasalahan ini masih aktual saja untuk dibicarakan maupun
didiskusikan terutama bagi kalangan akademis, intelektualis yang
tentunya harus perspektif dalam memahami suatu permasalahan, bukan menjadi masalah bagi dirinya sendiri.
Program bayi tabung untuk pertama kali diperkenalkan oleh dokter asal Inggris, Patrick C. Steptoe dan Robert G. Edwards pada sekitar tahun 1970-an dan melahirkan bayi tabung pertama di dunia, Louise Brown pada tahun 1978. Pada
awalnya, teknologi ini ditentang oleh kalangan kedokteran dan agama
karena kedua dokter itu dianggap mengambil alih peran Tuhan dalam
menciptakan manusia (playing God). Tapi sekarang, teknologi ini telah banyak menolong pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak yang megalami masalah seperti infertilitas, dsb.
Infertilitas adalah
suatu kondisi dimana pasangan suami-istri belum mampu memiliki anak
walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu
dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi
dalam bentuk apapun. Menurut WHO dari seluruh dunia
sekitar 50-80 juta pasangan suami istri mempunyai masalah dengan
infertilitasnya, dan diperkirakan sekitar duajuta pasangan infertil baru
akan muncul tiap tahunnya dan terus meningkat.
Sebagai upaya pertolongan dan pengobatan untuk masalah infertilitas ada beberapa alternatif yang salah satunya adalah bayi tabung atau FIV (Fertilisasi In Vitro). Fertilitas dapat diartikan pembuahan, sedangkan In Vitro adalah diluar. Jadi Fertilitasi In Vitro adalah pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari proses reproduksi manusia), yang terjadi diluar tubuh.
Menurut Otto Soemarwoto dalam bukunya
“Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global”, dengan tambahan dan
keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi
tabung pada satu pihak merupakan hikmah, Ia
dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu
gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang jadi (mengalami pembuahan) ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami dan istri.
Semula
Fertilisasi In Vitro (FIV) di usahakan untuk istri yang mengalami
kerusakan kedua tuba. Setelah itu teryata tingkat keberhasilannya
meningkat sampai 20% per transfer embrio, indikasinya pun diperluas
mencakup : 1) kerusakan kedua tuba ; 2) faktor suami (ligospermia) ; 3)
faktor serviks abnormal ; 4) faktor immunologik ; 5) infertilitas karena
endometriosis.
Sekarang Fertilisasi In Vitro (FIV) yang awalnya hanya di peruntukan untuk membantu pasangan Pasangan suami istri (pasutri) yang mengalami
1) kerusakan kedua tuba ; 2) faktor suami ( ligospermia) ; 3) faktor
serviks abnormal ; 4) faktor immunologik ; 5) infertilitas karena
endometriosis, seiring perkembangan zaman di mana pasangan yang
sebenarnya subur sekarang sudah mengikuti juga program FIV dengan alasan
sebagian para wanita ingin menjaga postur tubuh agar
tetap indah dan terjaga, selain itu juga, ada sebagian wanita yang ingin
mempunyai anak tanpa melakukan hubungan seksual (tanpa menikah)
misalnya mengambil sperma orang lain untuk ditrasfer ke rahimnya agar
wanita tersebut mempunyai anak, dan ada juga pasangan yang mengalami
kelainan seksual seperti Homoseksual dan Lesbian yang ingin mempunyai
anak bisa saja melakukan program FIV atau bayi tabung dengan mengambil
sperma atau sel telur orang lain (tranfer embrio).
Permasalahan
selanjutnya adalah Sel telur yang diambil dari wanita yang melakukan
program bayi tabung adalah 4 – 6 sedangkan jumlah embrio yang digunakan
rata-rata 3-4 embrio yang transfer ke dalam rahim dan sisanya dijadikan
sebagai cadangan jika sewaktu-waktu tranfer embrio pertama gagal.
Permasalahan yang timbul kemudian mau dikemanakan sisa embrionya jika
transfer embrio pertama berhasil dilakukan ? Akan diapakan embryo-embrio
itu ?
Melalui makalah ini kami akan mencoba membahas permasalahan-permasalahan tadi. Baik menurut aspek Hukum, Medis, maupun Etikanya. Kami akan mencoba paparkan pada bab selanjutnya.
1.2 TUJUAN
Berangkat dari latar belakang di atas, maka tujuan dari pada isi serta pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Medis !
2. Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Hukum !
3. Untuk mengetahui pemaparan bayi tabung dari sudut pandang Etika !
4. Untuk memaparkan hasil diskusi kelompok !
5. Untuk memenuhi salah satu syarat tugas kuliah penyusun. !
1.3 MANFAAT
a. Manfaat Praktis
1. Dapat dijadikan sebagai kontribusi pengetahuan baik pada kalangan mahasiswa maupun kalangan umum.
2. Sebagai bahan masukan bagi kalangan pelajar khususnya dan masyarakat pada umumnya terkait atas dampak yang dimunculkan akibat kemajuan bioteknologi pada manusia.
3. Dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi masyarakat secara umum tentang eksistensi bioteknologi pada manusia.
b. Manfaat Akademik
1. Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan buat para penyusun makalah selanjutnya.
2. Dapat dijadikan sebagai tambahan referensi sains dan tekhnologi khususnya tentang konsepsi buatan.
3. Sebagai sumbangan buat perpustakaan kampus guna dibaca dan dipahami oleh seluruh mahasiswa-mahasiswi Indonesia.
4. Agar lebih di ketahui tetang apa itu Inseminasi buatan pada manusia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG MEDIS
2.1.1 Pengertian
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang mengikuti program bayi tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam
bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung dan setelah terjadi
pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke rahim wanita
tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.
Dari segi tehnik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan, tingkat keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal, maka pasangan suami istri (pasutri) yang diterima untuk program ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang sangat jelas.
3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu membiayai prosedur bayi tabung ini
2.1.2 Prosedur
2.1.2.1 Prosedur FIV ( fertilisasi in vitro )
Ada beberapa tahap–tahap pelaksanaan prosedur FIV (in vitro fertilasasi) adalah sebagai berikut ;
1. Pemeriksaan penyaring pasutri dimana disini akan dilakukan melalui peninjauan kembali catatan medis pengelolaan infertilitas, untuk meyakinkan bahwa pengelolaan infertilitas telah dilakukan selengkapnya.
2. Pemilihan protocol stimulasi
a. Tanpa stimulasi : siklus haid normal + hCG ( human chorionic gonadotropin )
b. Clomiphene Citrat ( CC ) + hCG
c. hMG ( human Menopausal Gonadotropin ) + hCG
d. CC + hMG + hCG
e. FSH ( follicle stimulating hormone ) Murni
+ hCG
+ hMG + hCG
+ CC + hCG
+ hMG + CC + hCG
f. GnRHa ( Gonadotropin releasing hormone analogue ) + hMG + hCG
3. GnRH ( Gonadotropin releasing hormone ) + hCG
4. Stimulasi indung telur yang dijadwalkan
Tujuan stimulasi indung telur
adalah untuk menstimulasi perkembangan folikel yang mengandung oosit
matang sebanyak mungkin agar mudah diaspirasi pada saat sebelum terjadi ovulasi.
5. Pemantauan perkembangan folikel
Walaupun sebagian besar tim konsepsi buatan memakai kombinasi pemeriksaan USG, kadar E2
dan LH untuk memantau perkembangan folikel, bahkan dengan pemeriksaan
mucus serviks, tetapi belum ada consensus tentang apa yang dianggap
stimulasi dan pemantauan folikel yang baik. Kalau tentang stimulasi yang
kurang baik terdapat lebih banyak kesepakatan, seperti kadar E2
yang rendah atau yang kadarnya meningkat lambat, terlampau sedikit
folikel yang terbentuk atau hanya terdapat satu folikel yang dominan,
turunnya kadar E2 sebelum atau sesudah suntikan hCG, puncak
LH yang premature, dan kalau timbul keluhan akibat pengobatan, seperti
demam atau gatal-gatal, merupakan indikasi untuk menghentikan stimulasi.
6. Pengambilan Ovum ( PO )
Pada pertama kalinya dilakukan melalui laparoskopi dengan 2 atau 3 tusukan. Jarum aspirasi dimasukan melalui alat laparoskop atau melalui tusukan khusus. Berbagai alat pengisap oosit telah dipakai, sempritan 50 Dan alat pengisap dengan tekanan 150 mmHg. Kini PO dapat dilakukan lebih mudah secara transvaginal dengan bimbingan USG.
7. Persiapan dan prosedur laboratorium
Seluruh prosedur laboratorium konsepsi buatan perlu dipersiapkan seoptimal mungkin. laboratorium
yang letaknya bersebelahan dengan kamar PO akan memudahkan transportasi
embrio. Beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah air
radiator yang digunakan, incubator CO2, laminar air flow, mikroskop, alat habis pakai, system fertilisasi, dan aliran listrik haruslah dalam keadaan prima.
Cairan pungsi harus segera dibawa ke laboratorium dan pencairan oosit di bawah mikroskop segera dilakukan. Kalau cairan folikel itu jernih, dengan mata telanjang akan tampak mucul sebagai gumpalan putih yang mungkin berisikan oosit. Oosit dibersihkan dari gumpalan darah lalu dimasukkan ke dalam medium biakan dalam cawan petri. Semua oosit yang diperoleh segera dimasukkan kedalam incubator CO2
, setelah terlebih dahulu dinilai tingkat kematangannya. Penilaian
tingkat kematangan ini perlu untuk menentukan saat inseminasi yang
tepat. Oosit yang matang, antara lain ditandai dengan cumulus yang
menyebar dan koronanya padat. Berbagai jenis medium yang akan dipakai,
harus terlebih dahulu diuji, Baik parameter fisiknya, (pH, Osmolaritas, Suhu), maupun efek biologiknya (perkembangan embrio tikus percobaan, uji ketahanan sperma).
Saat
inseminasi ditentukan menurut tingkat kematangan oosit. Untuk oosit
yang matang , inseminasi dilakukan 5-6 jam setelah oosit di inkubasikan,
yang terlalu matang setelah 3 jam, dan yang belum matang setelah 24-36
jam. Teknik pengolahan sperma dapat dilakukan dengan berbagai cara dari
yang paling sederhana seperti swim-up, sampai yang paling canggih seperti
pemisahan sperma dengan berbagai konsentrasi larutan percoll, yang
semuanya bertujuan untuk memperoleh sperma motil yang terbaik. Umumnya
inseminasi dilakukan dengan sperma yang telah diolah dengan konsentrasi
50.000 – 100.000/ml.
8. Perkembangan dalam media biakan
Terjadinya fertilisasi dimulai 18-20 jam setelah inseminasi. Fertilisasi yang normal ditandai dengan adanya 2 inti (pronukleus), yang harus dibedakan secara cermat dari fertilisasi yang abnormal (polispermia) yang ditanda idengan adanya lebih dari 2 pronukleus.
Oosit yang sudah dibuahi ( zigot ) dipindahkan kedalam medium segar, kemudian segera di inkubasikan dalam inkubasi CO2,
terjadinya fertilisasi tergantung dari banyaknya hal, yang terpenting
adalah kualitas dan kuantitas oosit serta sperma. Tingkat fertilisasi
60% dapat dikatakan cukup baik.
Kira-kira sekitar 24 jam sekitar inseminasi, oosit yang sudah dibuahi
itu dikeluarkan dari incubator yang biasanya sudah mencapai stadium
embrio dengan tingkat pembuahan 2-6 sel. dari semua embrio itu dipilih 4
embrio yang terbaik yang ditentukan berdasarkan morfologinya. Embrio
yang terpilih kemudian dimasukkan kedalam medium biakan segar dengan
suplemen protein
9. Pemindahan Embrio
Dilakukan
42-44 jam setelah inseminasi, pada waktu embrio telah mencapai stadium
2-6 sel. Pada umumnya PE dilakukan dengan isteri dalam sikap litotomi,
didampingi oleh suaminya. Tim yang lain melakukan dalam sikap litotomi
kalau seterusnya intervensi dan dalam sikap dengkul-dada kalau uterusnya
retroverni PE dilakukan dengan memakai kateter Teflon halus.
Kadang-kadang diperlukan bantuan kanula logam untuk membimbing kateter
masuk kedalam rongga uterus.
10. Pemantauan fase luteal
Kebanyakan tim konsepsi buatan memberikan suntikan atau progesterone
dalam fase luteal. Tidak cukup bukti untuk mendukung pengobatan ini,
karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pengeluaran
progesterone akan berlangsung normal setelah dilakukan aspirasi ovum.
Namun ada juga yang melaporkan terjadinya fase luteal pendek setelah
dilakukan protocol superovulasi.
11. Diagnosis kehamilan
Kalau
terjadi kehamilan, uji Beta-hCG akan memberikan hasil yang positif
.tingkat keberhasilan kehamilan berbeda-beda diantara berbagai tim
konsepsi buatan. Pada umumnya sekitar 20% pasutri akan mengalami
kehamilan setelah dilakukan PE. Walaupun demikian, keberhasilan lebih
tergantung dari banyaknya oosit yang berhasil diaspirasi, dan banyaknya
embrio yang dipindahkan.
12. Analisa sebab kegagalan
a. Ovulasi premature atau ova gagal untuk dibuahi.
b. Oosit belum matang atau tidak normal. Inseminasi dilakukan pada saat yang kurang tepat.
c. Keadaan hormonal/kesehatan isteri kurang menguntungkan oosit.
d. Parameter stimulasi mungkin tidak sebaik yang diharapkan.
e. Embrio
yang dipindahkan gagal untuk berimplantasi. Hal ini merupakan
satu-satunya masalah terbesar yang dialami oleh semua program konsepsi
buatan pada masa kini.
f. Spermatozoa kurang baik kualitasnya.
g. Perkembangan endometrium kurang baik atau tidak sinkron untuk terjadinya implantasi yang baik.
13. Perawatan
Kalau konsepsi buatan berhasil, pelayanan obstetriknya tidak jauh berbeda dengan konsepsi alamiah. Konsepsi buatan bukan merupakan indikasi untuk dilakukan amniosintesis atau tindakan-tindakan obstetric lainnya.
14. Pertimbangan Psikologik
Bagian
terpenting dari program konsepsi buatan adalah konseling pasca konsepsi
buatan yang gagal, karena kira-kira 80% pasutri akan mengalaminya.
Konseling ini bertujuan untuk meringankan pasutri dari segala kekecewaan
dan kesedihan karena kegagalan yang baru saja dialaminya .Reaksi
kesedihan pasutri dapat disamakan dengan kesedihan setelah mengalami
keguguran atau kematian anak yang sangat diinginkannya.
2.1.2.2 Prosedur ZIFT
ZIFT adalah singkatan dari Zygote Intra Fallopian Transfer, yaitu memindahkan atau menempatkan hasil fertilisasi tingkat zigot kedalam tuba yang terbuka melalui laparoskopi. Dengan demikian, prosedur ZIFT hanya dapat dilakukan pada isteri dengan salah satu atau kedua tubanya terbuka dan berfungsi normal.
Penatalaksanaan prosedur ZIFT
Jika oosit istri berhasil dibuahi oleh sperma suami, maka
hasil fertilisasi dalam tingkat zigot (tingkat hasil fertilisasi yang
lebih awal dari pada embrio) dipindahkan atau ditempatkan kedalam tuba
istri melalui laparoskopi. Pada perut istri dibuat 3 sayatan kecil satu dibawah pusat dan dua lainnya dikiri dan kanan atas tulang kemaluan. Laparoskopi untuk mengamati proses pemindahan zigot kedalam tuba dimasukkan melalui sayatan dibawah pusat. Kateter
halus untuk menempatkan zigot kedalam tuba dan alat pemegang tuba
masing-masing dimasukkan melalui salah satu sayatan yang terletak di
kiri dan kanan atas tulang kemaluan. Tiga atau empat zigot yang terbaik dipindahkan kedalam tuba.
Peluang keberhasilan prosedur ZIFT
Karena
prosedur ZIFT itu berlangsung lebih alamiah dari pada FIV-PE maka
kemungkinan keberhasilannya diharapkan lebih besar dibandingkan dengan
FIV-PE. Kemungkinan kehamilan dapat mencapai 25-30%.
2.1.2.3 Prosedur GIFT
GIFT atau gamete intrafallopian tube transfer telah dikembangkan oleh Ricardo Asch di San Antonio,Texas, sebagai suatu alternative terhadap FIV, khusus untuk isteri dengan salah satu atau kedua tubanya terbuka. Dalam teknik ini, simulasi ovulasi, laporoskopi, dan PO dilakukan sama seperti prosedur FIV.
Resiko
Hal-hal yang tidak diinginkan dapat saja terjadi selama mengikuti program konsepsi buatan antara lain sebagai brikut :
Ø Folikel
history tidak berkembang atau kadar hormone estrogen isteri tidak
meningkat pada siklus pengobatan sehingga oosit isteri tidak dapat
diambil (siklus pengobatan gagal).
Ø Kadang-kadang terjadi stimulasi berlebihan berlebihan dari obat-obat stimulasi indung telur yang dapat menimbulkan gerakan tidak enak bagi isteri.
Ø Oosit
isteri tidak berhasil dibuahi oleh sperma suami sehingga dengan
sendirinya tidak akan terjadi fertilisasi (zigot) yang akan dipindahkan
kedalam istri.
Ø Penyulit-penyulit pada saat pengambilan oosit istri.
Ø Penyulit-penyulit pada saat laparoskopi.
Secara Umum Prosedur dalam megikuti program bayi tabug adalah sebagai berikut :
1. Penjelasan dari dokter (Konseling), Pada tahap ini pasangan suami istri diberi penjelasan tentang apa, bagaimana, biaya dan sebagainya pada pasien.
2. Screening
test, Pada tahapan ini pasutri akan ditest untuk menentukan kendalanya
infertil, baik pria maupun wanitanya karena infertilitas disebabkan oleh
40 % pria, 40 % wanita, dan 20 % tidak diketahui.
Pada Pria.
Untuk pria akan ditest spermanya (Analisa Sperma) Kemungkinan yang ada pada hasil test ini adalah
1. Azoospermia : Tidak ada sperma sama sekali.
2. Normozoospermia : Jumlah sperma normal.
3. Oligozoospermia : Jumlah sperma kurang.
4. Asthenozoospermia : Gerakan sperma kurang
5. Teratozoospermia : Bentuk sperma kurang.
6. Oligoasthenoteratozoospermia : Jumlah, gerak dan bentuk kurang.
Bila ditemukan pada pria azoospermia. ada beberapa teknik yang bisa dipakai:
1. Operasi MESA (Microsurgical Sperm Aspiration), Tindakan ini dilakukan hanya bila diketahui adanya sumbatan pada saluran sperma.
2. Operasi TESE
( Testical Sperm Extraction ). Tindakan ini dilakukan bila operasi MESA
tidak berhasil, dengan TESE diharapkan bisa diperoleh sel sperma, atau
paling tidak spermatid (sel sperma muda yang sudah dapat membuahi).
Setelah sperma bisa diambil maka dilakukan Sperm Recovery Test,
untuk mengetahui kualitas dari sperma itu. Lalu sperma dengan kualitas
terbaik yang akan dipakai. Bila jumlahnya > 500 ribu dapat
menggunakan teknik konvensional, yaitu dengan cara menyebarkan begitu
saja pada sel telur. Bila jumlahnya dibawah 500 ribu maka digunakan ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection )
yaitu menyuntikkan 1 sperma terbaik untuk di injeksikan ke sel telur.
Satu sperma untuk Satu Ovum. Untuk Wanita, Dengan bantuan
USG(Ultrasonografi) dan laparoskopi memeriksa indung telur, lalu test
darah untuk memriksa kadar hormon reproduksi. Lalu pemeriksaan rongga
rahim dan saluran telur biasanya yang paling sering dijumpai adalah
adanya kista dan endometriosis. Ibu harus bebas dari infeksi
toksoplasma, rubella, hepatitis dan HIV.
3. Ovarium Hyperstimulation.
Terhitung hari ke 21 setelah haid sang ibu diberi suntikan GnRH analog
(GnRHa) selama 14 hari (tergantung dari kondisi si wanita) untuk
menstimulasi sel telur. Proses ini dinamakan ‘ovarium hyperstimulation’
yang fungsinya untuk mengembangkan sejumlah sel telur dalam tubuh
wanita.
Setelah kira-kira 4 minggu sel telur sudah bisa diambil, penentuan
tingkat kematangan sel telur sangat penting untuk menentukan waktu yang
tepat untuk melakukan pembuahan oleh sel sperma di laboratorium. Untuk
itu dilakukan final maturation, kira-kira 4 – 5 jam, lalu dipertemukan
dengan sel sperma. Rata-rata sel telur yang dihasilkan 8 – 10 sel telur,
tergantung dari respons si pasien. Bahkan bisa 20 sampai 30 sel telur.
Padahal, secara alami cuma ditumbuhkan 1 sel telur. Prosedur bayi tabung
dimulai dengan perangsangan indung telur istri dengan hormon. Ini untuk
memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah gelembung yang
berisi sel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur dengan
alat ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam darah.
Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan
cairan folikel dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan
folikel tersebut kemudian segera dibawa ke laboratorium. Seluruh sel
telur yang diperoleh selanjutnya dieramkan dalam inkuba.
Peleburan
menjadi zigot. Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing sel telur
akan ditambahkan sejumlah sperma yang sebelumnya telah diolah dan
dipilih yang terbaik mutunya. Setelah kira-kira 18-20 jam, akan terlihat
apakah proses pembuahan tersebut berhasil atau tidak. Sel telur yang
telah dibuahi sperma atau disebut zigot akan dipantau selama 22-24 jam
kemudian untuk melihat perkembangannya menjadi embrio. Bila sperma
kurang maka digunakan ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection ) yaitu
menyuntikkan 1 sperma terbaik untuk di injeksikan ke sel telur. Satu
sperma untuk Satu Ovum. Bila embrio yang ada cukup jumlahnya (6 atau
lebih), di anjurkan menggunakan Blastosis (Embrio yang lebih tua 4 – 5
hari). Pada tahap ini, embrio telah mempunyai dua tipe sel dengan sebuah
rongga di tengahnya. Sel terluar disebut trophectoderm yang nantinya
berkembang menjadi plasenta. Sedangkan sel bagian dalam disebut inner
cell mass, nantinya menjadi janin.
Bila memungkinkan untuk Blastosis, maka keuntungannya adalah sebagai berikut
1. Maksimum hanya 2 yang bisa ditanamkan ke rahim ibu. Sehingga kemungkinan bayi lahir lebih dari 2 adalah kecil sekali.
2. Berat bayi yang dilahirkan nantinya tidak berbeda dengan bayi yang lahir secara alami.
3. Bila
anda menginginkan bayi laki2, maka kemungkinannya menurut Nukman
Moeloek (Majalah Kedokteran Indonesia, Agustus 2000) 58,3% adalah bayi
laki2. Sekarang mungkin sudah lebih tinggi lagi.
Sedikit catatan, sel telur yang sudah matang akan dibuahi
sel sperma yang mampu bertahan menempuh perjalanan dari vagina, rahim,
hingga tuba Fallopii. Saat bertemu keduanya menyatu jadilah zigot (hari
0). Pada hari pertama zigot membelah menjadi embrio dua sel. Hari
berikutnya, jadi embrio empat sel. Begitu seterusnya hingga menjadi
embrio delapan, 16, dan 32 sel, yang disebut morula. Selama pembelahan
itu, ia masih berada di tuba Fallopii. Setelah itu ia menjadi blastosis
pada hari kelima. Blastosis selanjutnya akan keluar dari lapisan
pelindung terluarnya yang disebut zona pelusida di akhir hari keenam.
Bila Jumlah embrio tidak mencukupi untuk menggunakan Blastosis, maka
menurut Dr. Sudraji, Dokter akan memilih empat embrio yang terbaik untuk
ditanamkan kembali ke dalam rahim. Empat embrio merupakan jumlah yang
maksimal karena apabila lebih dari empat, risiko yang ditanggung ibu dan
janin akan sangat besar. Bahkan kehamilan tiga saja sudah bisa disebut
sebagai kehamilan berisiko. Embrio-embrio yang terbaik itu kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus untuk dipindahkan ke dalam rahim. Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni 14 hari setelah pemindahan embrio.
Efektifitas Tingkat keberhasilan Program bayi tabung di Indonesia:
a. Embrio yang berhasil terjadi 90 %
b. Kehamilan yang berhasil 30-40 %
c. Peluang keguguran 20-25 %
Tingkat peluang keberhasilan sangat ditentukan oleh usia wanitanya:
a. Diatas 42 tahun 0%.
b. 38 tahun s/d 42 tahun 10-11%
c. 30 tahun s/d 38 tahun 25-35%
d. Dibawah 30 tahun 35-40%
Adapun Persyaratan Pasangan suami istri yang berminat mengikuti program bayi tabung ini harus memenuhi persyaratan sbb:
1. Mereka
adalah pasangan suami istri sah, sudah menikah 12 bulan atau lebih,
usia istri harus di bawah 42 tahun, dan mengikuti pemeriksaan
fertilitas.
2. Sudah
mendapatkan konseling khusus mengenai program fertilisasi in vitro,
prosedur, biaya, kemungkinan keberhasilan atau kegagalan serta
komplikasinya, siap biaya serta siap hamil, melahirkan, dan memelihara
bayinya.
3. Jika
melihat faktor kesuburan, untuk wanita idealnya berumur antara 30-35
tahun. Artinya, pada umur-umur tersebut persentase keberhasilan program
bayi tabung lebih tinggi jika dibandingkan usia wanita yang lebih tua
(36-40 tahun)
2.1.3 KELEMAHAN DAN KEUNTUNGAN INSEMINASI BUATAN
Adapun kelemahan dari inseminasi buatan ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam
pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi 1
sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari
Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat adalah yang
menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih
oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi
alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat memisahkan
mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi,
kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu,
resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi
cukup besar.
2. Belakangan
ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para
ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan.
Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor
kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim
bernama akrosom
berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam proses
pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke
dalam inti sel telur. Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan
injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut
masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka
pembuahan akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko
resiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan
sel dan pembagian kromosom.
3. Keberhasilan masih belum mencapai 100 %, Di Rumah Sakit Harapan Kita, tingkat keberhasilannya 50 %, sedangkan di RSCM sebesar 30-40 %
4. Memerlukan waktu yang cukup lama
5. Biaya mahal, berkisar antara 34-60 juta
6. Tidak bisa sekali melakukan proses langsung jadi, tetapi besar kemungkinan untuk di lakukan pengulangan
Adapun keuntungan dan kerugiannya adalah Memberikan peluang kehamilan kepada pasangan suami istri yang sebelumnya mengalami infertilitas.
Ada beberapa Faktor- faktor yang sering menyebabkan kegagalan Bayi Tabung yaitu:
1.Sel Telur yang tumbuh tidak ada / tidak mencukupi.
2. Tidak terjadi pembuahan
3. Embrio tidak menempel dinding rahim
4. Keguguran.
2.2 BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG HUKUM
2.2.1 PANDANGAN HUKUM ISLAM
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan
bayi tabung pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih
banyak mengacu kepada pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.
Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
a. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain walau
istrinnya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri yang
berpoligami) baik dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah, asalkan
kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi
buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami,
suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih nasabnya. Jadi,
bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting) bagi
suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih menentukan bahwa “Hajat
(kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan
terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan
melakukan hal-hal yang terlarang.”
b. Bayi
tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari
donor, haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak
yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan
nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya.
Termasuk juga haram system bayi tabung yang menggunakan sperma mantan
suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat
perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
c. Haram
hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami
istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam
proses bayi tabung ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan ibu
genetic (bukan istri atau istri lain bagi suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya,
bahwa bayi tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya.
Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau
bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun darurat sekalipun.
Dalam
kaitan ini yusuf qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi tabung
dengan menggunakan sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik
diketahui maupun tidak, atau
sel telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan menimbulkan
problem tentang siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur itu yang membawa karakteristik keturunan, apakah wanita yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkannya? Begitu pula
jika wanita yang mengandungnya adalah istri lain dari suaminya sendiri,
haram karena dengan cara ini tidak diketahui siapa sebenarnya dari
kedua istri itu yang menjadi ibu dari bayi yang akan dilahirkan nanti.
Juga kepada siapa nasab (keturunan) sang bayi disandarkan, apakah kepada pemilik sel telur atau sipemilk rahim?
Dalam kasus ini para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pendapat pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah sipemilik sel telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya”. Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-mujadilah:2 yang artinya “ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka…………..”
Sedangkan
pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak akan
mewarisi karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan
laki-laki pemilik sel sperma. Karena
dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan didalam kromosom
itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat menurun
(hereditas) kepada anak.
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, sewa
rahim sebagai salah satu bentuk rekayasa genetika adalah haram
hukumnya. Alasannya, pada zaman jahiliah telah dikenal 4 jenis
perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan perkawinan menurut islam. Jenis perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri sampai 9 orang suami, dan perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini sejumlah wanita). Perkawinan bibit unggul memiliki persamaan dengan perkawinan unggul yang terjadi pada zaman modern ini melalui jasa bank sperma. Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada zaman jahiliah berjalan secara alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.
Disamping itu, praktek sewa rahim bertentangan dengan tujuan perkawinan. Karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dengan jalan halal dan terhindar dari perbuatan yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa rahim akan melahirkan banyak masalah bagi anak yang lahir, pemilik bibit, pemilik rahim dan sebagainya.
Menurut
Umar Shihab, keharaman sewa rahim disebabkan oleh (1) akan menambah
masalah lain yang akan muncul, seperti defenisi anak berbeda dengan anak
yang lahir dari bibit dan rahim yang sama; dan siapakah ibu yang
sebenarnya, apakah
ibu genetiknya atau ibu yang mengandungnya; (2) dapat diqiaskan dengan
jual beli yang diharamkan, jual beli yang mengandung najis (darah).
Sewa rahim dapat disamakan dengan jual beli dari segi syarat dan rukunnya. Salah satu syaratnya barangnya harus halal. Barang najis dilarang diperjual belikan dan salah satu barang najis yang diperjual belikan adalah darah. Memang
sperma dan ovum tidak termasuk najis, namun antara keduanya kelak
berubah menjadi segumpal darah yang melekat pada dinding rahim yang
kelak menjadi najis. Dalam
hal ini juga terdapat hubungan timbal balik sebab pemilik rahim (ibu
penghamil) dibayar sesuai dengan perjanjian dengan pemilik ovum (ibu
genetik), yang berarti hukum
keduanya adalah sama. Selain itu, praktek sewa menyewa rahim tidak
dapat digolongkan dalam keadaan darurat, melainkan termasuk kebutuhan
(hajat). Maksudnya, sewa rahim tidak dapat dibenarkan. Jika seorang ingin punya anak maka harus berusaha sedemikian rupa dengan cara yang dibenarkan agama.
Tidak
punya anak memang identik dengan terputusnya nasab, namun jika nasab
tersambung dengan cara yang mengarah kepada zina justru mengancam
eksistensi nasab itu sendiri.
Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor atau ditransfer kedalam rahim wanita lain, adalah:
1. Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan bahwa; yang artinya ”sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
Dalam
hal ini bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor
itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang
diinseminasi, padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.
2. Hadits nabi Muhammad SAW :
Hadist ini tidak saja mengandung arti penyiraman sperma
kedalam vagina seorang wanita melalui hubungan seksual, melainkan juga
mengandung pengertian memasukkan sperma donor melalui proses bayi
tabung, yaitu percampuran sperma dan ovum diluar rahim, yang tidak
diikat perkawinan yang sah. Padahal hubungan biologis antara suami istri, disamping
untuk menikmati karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual, terutama
dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan diridhoi Allah. Karena itu sperma seorang suami hanya boleh ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah, yaitu istri sendiri. Dengan
demikian bayi tabung dengan cara mencampurkan sperma dan ovum donor
dari orang lain identik dengan prositusi terselubung yang dilarang oleh
syariat islam. yang berbunyi ;
“tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam tanaman (vagina istri) orang lain”.(HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).
3. Kaidah Fiqih
Dalam hal ini masalah
bayi tabung dengan menggunakan donor adalah membantu pasangan suami
istri dalam mendapatkan anak, yang yang secara alamiah kesulitan
memperoleh anak karena adanya
hambatan alami menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur
(misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran
sperma)-Nya terlalu lemah.
Namun demikian, mafsadsah (bahaya) bayi tabung dengan donor jauh lebih besar dari manfaatnya antara lain:
a) Percampuran nasab, padahal islam sangat memelihara kesucian, kehormatan dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) serta kewarisan ;
b) Bertentangan dengan sunatullah atau hokum alam;
c) Statusnya sama dengan zina, karena percampuran sperma dan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d) Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor akan berbeda sifat-sifat fisik, dan karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;
e) Anak
yang dilahirkan melalui bayi tabung yang percampuran nasabnya
terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek daripada anak adopsi
yang umumnya diketahui asal atau nasabnya;
f) Bayi tabung dengan menggunakan rahim rental (sewaan) akan lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dan ibunya secara alami). Sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Ini berdasarkan kaidah fiqih yang artinya “menolak kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kemaslahatan”
2.2.2 PANDANGAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Jika benihnya berasal dari Suami Istri
· Jika
benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim
Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
· Jika ketika embrio diimplantasikan
kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka
jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai
anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300
hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak
memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan kedalam
rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu
adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai
benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam
hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut
sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes
DNA. (Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian
semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan
1338 KUHPer.)
Jika salah satu benihnya berasal dari donor
· Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro
transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri
akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang
dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan
hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan kedalam
rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan
anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No.
1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor
· Jika sel sperma maupun
sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan,
tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari
pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
· Jika diimplantasikan kedalam
rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak
luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan
pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis
kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi in vitro
transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak
relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status
sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan
mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang
yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di
Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi in vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang
2.2.3 PANDANGAN HUKUM MEDIS
Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1. UU
Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
a.) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c.) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2. Keputusan
Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum, perizinan,
pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Adapun bunyinya adalah sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Ø Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di luar cara alami, tidak termasuk kloning;
2. Persetujuan
tindakan medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien;
3. Rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.
BAB II
PERIZINAN
Ø Pasal 2
Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan setelah mendapat izin dari Direktur Jenderal.
Ø Pasal 3
1. Pelenggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan tindakan administratif.
2. Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
peringatan samapai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan
teknologi reproduksi buatan.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Ø Pasal 11
Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Anak dan Bersalin
Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo yang telah
memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan, berdasarkan peraturan
ini dinyatakan diberi izin penyelenggaraan pelayanan, penelitian dan
pengembangan dengan ketentuan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
ditetapkan peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan ketentuan
peraturan ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Ø Pasal 12
Dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Instruksi Kesehatan Nomor
3794/Menkes/VII/1990 tentang Program Pelayanan Bayi Tabung dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Ø Pasal 13
- Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
- Agar
setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Selanjutnya
Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di
Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI,
yang menyatakan bahwa:
1. Pelayanan
teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma dan
sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
2. Pelayanan
reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,
sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan
pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
3. Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
a) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
b) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
c) Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum atau embrio.
6. Dilarang
menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian
atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila
tujuannya telah dirumuskan dengan sangat jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi.
8. Sel
telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan
in vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku).
9. Dilarang
melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel
ovum, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau
spermatozoa itu berasal.
10. Dilarang
melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies
tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis
infertilitas pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi
trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.
Etika
Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku
tersebut di atas terdapat penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi
Kodeki Hasil Mukernas Etik Kedokteran III, April 2002. Pada Kloning
dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak kloning pada manusia, karena
menurunkan harkat, derajat dan serta martabat manusia sampai setingkat
bakteri, menghimbau ilmuwan khususnya kedokteran, untuk tidak
mempromosikan kloning pada manusia, dan mendorong agar ilmuwan tetap
menggunakan teknologi kloning pada :
1. sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan misalnya untuk pembuatan zat antigen monoklonal.
2. sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, ini untuk melihat kemungkinan klonasi organ pada diri sendiri.
2.3 BAYI TABUNG DARI SUDUT PANDANG ETIKA
Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi ketimuran kita. Sebagian agamawan menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”. Dalam
artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam
hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal
semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui
proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut agama.
Aspek Human Rigths:
Dalam DUHAM dikatakan semua
orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara. Pengakuan hak-hak
manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak
reproduksi.
Dalam kasus ini,
meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki
yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri
tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata,
hukum pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila
dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak melanggar, tapi
dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma, atau
ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari
suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim,
masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa
si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri
makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa
hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim
yang bukan muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan
bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya
kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang
sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan
suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri.
Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Banyak
masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan banyak
pihak, tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah
kesimpulan dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran”
yang disampaikan oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional
Continuing Medical Education yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM
tanggal 10 Januari 2009, dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan
bagi setiap dokter, ahli biologi kedokteran serta para peneliti di
bidang rekayasa genetika, yang didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara
lain:
1. Riset
biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan
didasarkan pada pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.
2. Desain
dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu
protokol untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan
untuk mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.
3. Penelitian
biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan
kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang
kompeten.
4. Dalam
protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika
yang dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi
Helsinki.
Walaupun
demikian penyusun merasa selain etika penelitian yang ada dalam
Deklarasi Helsinki ini, masih diperlukan campur tangan pemerintah untuk
membuat suatu aturan resmi mengenai pelaksanaan dan penerapan
bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang lebih intensif terhadap
bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi ini.
1.4 PROBLEMATIKA DAN PANDANGAN KELOMPOK
Setelah
mengalami keberhasilan bayi tabung teryata mempuyai efek ganda (ripple
effect) yag meluas. Seolah-olah sebuah batu yang dilontarkan di telaga
yag aka membuat lingkaran yang makin lama makin besar. Adalah
suatu kenyataan bahwa apabila suatu masalah sudah bisa di atasi, maka
ia sekaligus juga akan menimbulkan masalah lain yang harus di atasi pula
da demikian seterusnya.
Hidup manusia di dunia pada hakekatnya berdasarkan agama-agama yang dianuti masing-masing dan di pakai sebagai pedoman hidup. Pelaksanaanya lebih lanjut dalam cara hidup, sikap tindakan dan prilaku manusia memakai landasan Etika da Moral. Faktor
– faktor ini penting sebagai penentu dan kepastian dalam pergaula hidup
sehari-hari dan dalam hubungan antar sesama manusia.
Seiring
perkembangan globalisasi mengikuti manusia untuk mengikuti arus zaman.
Banyak tuntutan yang menjadi persoalan terutama tuntutan hidup yang
mengarah kepada perkawinan yang kemudian memperoleh keturunan. Hal yang biasa terjadi pada pasangan suami istri yang ingin memperoleh keturunan baik alamiah maupun ilmiah.
Namun yang menjadi permasalahan dalam pelaksanan inseminasi buatan dalam hal ini adalah bayi tabung adalah sebagai berikut;
1. Pasangan
homo seks dan/lesbian yang berharap ingin memiliki keturunan namun
dengan perkembangan bioteknologi mereka bisa mempunyai keturunan dengan
mengikuti program bayi tabung (fertilisasi in vitro)!
2. Masalah lain juga timbul bagi wanita yang ingin mempunyai keturunan tanpa perkawinan (tanpa hubungan seks) atau transfer sel sperma dari pria lain!
3. Pasangan
suami istri yang langsung menentukan jenis kelamin anaknya atau memilih
bibit unggul dari bayi tabung atau fertilisasi in vitro!
4. Masalah lain juga timbul bagi para wanita karir yang menunda kehamilannya dengan alasan pekerjaannya!
Masalah-masalah tersebut yang akan menjadi topik pembahasan kami!!!!
1. pasangan lesbian dan gay yang berharap mempunyai keturunan dalam mengikuti program bayi tabung
Sebelum
masuk apakah bayi tabung bisa di lakukan oleh pasangan gay dan lebian,
kita harus melihat apakah pasangan ini sah dalam status perkawinannya di
Indonesia. memang di Negara-negara lain seperti Belanda, Belgia, Afrika
selatan, Norwegia dan Negara negara lainnya sudah melegalisir UU Pernikahan Homo dan mengizinkan pasangan ini melakukan perkawinan. Berdasarkan dokumen hak azasi manusia “The Universal Declaration of Human Rights” yang menjunjug tinggi hak asasi setiap orang. Tapi di Indonesia perkawinan lesbian dan gay sangat di tentang oleh Indonesia yang mayoritas umat beragama. Dalam konteks kehidupan, Pasangan Lesbian dan Gay dalam kehidupan tidak disahkan oleh agama manapun didunia ini. Sebab keberadaannya sangat mengganggu etika dan moral. Dalam al Qur’a memang tidak ada ayat yang melarang cinta kasih sesama jenis, tapi Ketabuan homo hanyalah bersifat budaya, bukan agamis, karenanya tidak bersifat dogmatis dan atau bisa diubah. Jika bicara tentang hak asasi manusia, seharusnya pasangan lesbian dan/gay juga melihat bagaimana tatanan etika dan moral yang berlaku. Sehigga Kalau
dilihat dari perspektif agama, manusia diciptakan berpasang-pasangan
dengan lawan jenis dan sangat menghormati pernikahan. "Pernikahan itu
tujuannya untuk mendapatkan keturunan. Oleh karena itu,
pasangan homo seks tersebut tidak bisa mengikuti program bayi tabung.
Intinya kami tidak setuju dengan pasangan homo/lesbian ini.
2. wanita yang ingin memiliki keturunan tanpa melakukan hubungan seks (kawin) / melakukan transfer embrio
Permasalah
ini agaknya sangat bertentangan dengan undang-undang perkawinan, di
mana tujuan dari perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. Memang setiap manusia mempunyai hak-hak yang harus dihormati oleh setiap lain. Tapi kita yang tinggal dalam tatanan Negara yang menjunjung tinggi hukum haruslah memperhatikan faktor-faktor tersebut.
Lagi pula Hukum di indonesia hanya memperbolehkan pasangan suami istri (pasutri) yang sah untuk mengikuti program bayi tabung. Dengan
kata lain apabila ada wanita yang ingin memiliki keturunan tapi belum
menikah tidak diperbolehkan mengikuti program bayi tabung ini (ivf). Lain halnya bila wanita tersebut melakukan program bayi tabung di luar negeri.
3. Pasangan suami istri yang mengikuti program bayi tabung dan menentukan sendiri jenis kelamin dan / memilih bibit unggul
Perkembagan ilmu teknologi dan kedokteran membuat segalannya yang tidak mungkin menjadi mungkin, seperti memilih jenis kelamin bayi ketika sedang memprogram hamil dalam megikuti program bayi tabung. Dalam hal memilih jenis kelamin bagi pasangan suami istri (pasutri) mugki sangan bertetangan dengan Pasangan
suami istri yang mengikuti program bayi tabung dan memilih bibit unggul
dan atau menentukan sendiri jenis kelamin anaknya
Menurut Dewan Hukum Islam yang berbasis di Arab Saudi membolehkan memilih jenis kelamin bayi dengan alasan kesehatan. Menurut
Dewan tersebut, memilih jenis kelamin sebelum dilahirkan dibolehkan,
jika ada penyakit tertentu yang berpotensi mempengaruhi kesehatan anak
jika anaknya laki-laki dan bukan perempuan, atau sebaliknya. Dengan
demikian, memilih jenis kelamin dan atau memilih bibit unggul dari
program bayi tabung di perbolehkan jika tujuannya untuk menghindari
adanya penyakit yang di timbulkan jika tidak dilakukan hal tersebut. Kita sebagai manusia wajib berusahan dan yang menentukan segalannya adalah sang Ilahi.
4. Mau di kemanakan sisa embrio dari hasil program bayi tabung
Setelah
mengalami keberhasilan dalam mengikuti bayi tabung, timbul masalah baru
yakni mau di kemanakan sisa embrio dari hasil bayi tabung tersebut. Sebagaimana
diketahui, jumlah sel telur yang diambil untuk pembuahan in vitro tidak
hanya satu, untuk mengantisipasi jika ada kegagalan. Bisa lebih dari
dua atau tiga atau bahkan tujuh sel telur. Semua dipertemukan dengan
sperma suami di cawan petri. Namun, jika sudah terjadi pembuahan,
maksimal hanya dua yang boleh dikembalikan ke rahim ibunya. Sisanya ke
mana? Jika
kita meyakini kehidupan dimulai sejak pembuahan, maka embrio sisa tidak
boleh dimusnahkan karena pemusnahan berarti ”pembunuhan” atau ”aborsi
in vitro”.
5. wanita yang menunda kehamilannya karena alasan pekerjaan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Teknologi
reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk
meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia. Dalam
pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan moral,
etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan
pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan
hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi
reproduksi buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan
martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
2. Pandangan
internasional terhadap teknologi reproduksi buatan memiliki kesamaan
terhadap tujuan pelaksanaan dan pengembangan teknologi reproduksi buatan
yaitu dalam rangka memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam batas-batas penghargaan terhadap hak asasi manusia serta
harkat dan derajat manusia untuk meningkatkan kesejahteraan umat
manusia.
3. Hukum
Indonesia mengatur mengenai teknologi reproduksi manusia sebatas upaya
kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal
pasangan suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian
teknologi bayi tabung yang sperma dan sel telurnya berasal dari suami
isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia,
sedangkan teknik ibu pengganti (surrogate mother) tidak diizinkan dilakukan.
3.2 SARAN
Saran dari kami sebagai individu dan bagi individu adalah sebaiknya jangan melakukan inseminasi buatan jikalau memang hukum agama dan negara yang berlaku di masyarakat kita telah melanggar dan melaknat tindakan tersebut, ketimbang kita melakukan tindakan tersebut dan menanggung sanksi-sanksi yang berat, baik di mata Allah dan di mata hukum. Kita juga yang kerepotan. Just Be yourself beauty and you will find the world full of beauty, jalankanlah inseminasi alamiah secara normal dalam ikatan pernikahan tentunya, bersabarlah, karena orang yang sabar di sayang Allah. Allah maha melihat dan meha pemberi, dengan kita terus bersabar, berdoa, berusaha dan tawakal kepada Allah, insya Allah kita akan diberikan keturunan yang terbaik di mata diri kita sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat, serta di mata Allah azzawajalla. Amin..
Soimin, Soedharyo S.H. Kitab undang-undang hukum perdata. 1995. Diterbitkan oleh sinar grafika, jakarta
Guwandi. J S.H. HUKUM dan DOKTER. 2007 diterbitkan oleh CV. Sagung Seto, jakarta
http://www.scribd.com/doc/28605655/Bayi-Tabung